Legenda MotoGP Mamang mancing Stoner Prihatin Dengan Pecco Yang Menang 10 Balapan Tapi OTW Kehilangan Gelar dan Ngacangin Marc Marquez?: Balapan Sprint Seharusnya Tidak Diberi Poin Karena Mirip Kualifikasi, Bakat Marc Marquez Baru Akan Terlihat Bila Dia Menaiki Motor "Polos"
Cukup sulit sebenarnya mewawancarai legenda mamang mancaing satu ini. Bahkan di #AustralianGP pun dia g nongol sama sekali. Dia nongol di Eropa hanya untuk balapan amal dan bertemu dengan Chaz Davies dan Papi Peri Suppo para sahbat lamanya. Gosipnya dia akhirnya mau diwawancara setelah sang istri turun tangan aka sponsor melobi istrinya buat mbujuk suami. Tipe suami yang sayang istri, dia akhirnya mengiyakan wawancara. Di antre sekian panjang wawancara, dia sempat ditanya soal "pewarisnya" #IkanNiuDiluarRencana Pecco Bagnaia yang menyamai rekornya menang 10 kali dalam semusim tetapi ironisnya OTW kehilangan gelar klo g berhasil menahan gap bertambah 2 poin d Barcelona 2 nanti. Fakta bahwa #CalonIkanNiuResmiGagal Jorge Martin mengumpulkan pundi-pundi poinnya dari Sprint Race membuat mamang mancing mengkritisi kembali Sprint Race yang menurutnya memakan waktu persiapan lebih panjang dibanding balapan panjang. Padahal itu cuma balapan pendek yang settingnya dan targetnya nyaris sama dengan kualifikasi dan pra-kualifikasi dimana total waktu dan lap yang dihabiskan justru lebih banyak di pra-kualifikasi (1 jam) dan kualifikasi (15 menit) dibanding Sprint race yang maksimal menghabiskan 30 menit balapan. Dia lebih suka konsep enduro dimana balapan hari Sabtu akan menjadi tahap awal dari balapan hari Minggu sehingga alih-alih soal siapa yang bisa jadi cepat dalam 10-13 lap, itu akan menjadi soal team mana yang paling kompak, teknisi mana yang paling oke, rider mana yang paling bisa mengatur strategi balapan setelah permulaan hari Sabtu dan mengatur ban tanpa meninggalkan kecepatannya.
"Saya pikir ini adalah sesuatu yang mencakup semua balapan secara umum, ini juga terjadi di motorcross di mana ada pembicaraan tentang pengurangan power. Bagi saya, balapan, baik dengan sepeda motor maupun mobil, harusnya menampilkan pembalap terbaik (paling banyak menang balapan panjang yang sebenarnya) yang paling sulit saat ini di MotoGP. Sebenarnya itu sangat sederhana, mereka tidak lagi memiliki kendali yang cukup atas motornya, para insinyur membuat perbedaan besar. Ditambah lagi dengan blapan sprint, jarak pendek yang memakan lebih banyak waktu persiapan dibanding balapan jarak jauh harusnya hanya sebuah miniatur balapan, itu harusnya seperti lomba ketahanan. Ini seperti mencoba mengatakan Oke, ini bisa jadi maraton 10 lap awal (jumlah lap Sprint) dari maraton 42 km yang melelahkan. Ada banyak pekerjaan yang terlibat di baliknya. Dengan kejuaraan yang difokuskan pada model seperti ini, tidak ada pembalap yang berspesialisasi dalam menjadi cepat hanya dalam waktu singkat dengan menggunakan ban Soft. Selain itu, balapan ini tidak boleh memberikan poin, yang seharusnya dialokasikan pada hari Minggu, untuk balapan utama. Terakhir, sangat sulit untuk membuat setup motor seperti ini untuk mampu menghadapi balapan jarak jauh. Saat ini banyak sekali pembalap yang fokus untuk melakukan lap tercepat, agar bisa masuk ke Q2, sejak sesi latihan bebas pertama. Hal ini tidak memungkinkan mereka untuk memikirkan balapan panjang, dan itulah mengapa kami melihat kesenjangan ini pada hari Minggu, karena tidak semua orang siap untuk cepat di balapan panjang" kta mamang mancing Stoner yang klo gw pikir masuk akal juga.
Kita bisa melihat gap luar biasa di antara 2 pembalap pemimpin klasemen dengan 20 pembalap tersisa di hari Minggu. Hanya sekitar 2 pembalap lain yang mampu mengimbangi itu pun kadang-kadang tergantung jatah dan undian ban. Selain itu dia juga ditanya soal si culas #MalinKundangperebutHakOrang Marc Marquez yang harus berusaha membuktikan bahwa dia layak mendepak adipati Ducati petahana Enea Bastianini yang hanya tertinggal 1 poin di belakangnya jelang seri pamungkas #SolidarityGP Barcelona 2. Alih-alih memuji si culas, mamang mancng ini justru bilang si culas itu sangat sangat wajar menjadi cepat di atas Ducati bekas sekali pun. Karena Ducati adalah motor terbaik di track. Ketika Papi Peri Puig memuji si jurdun 8 kali sebagai bakat luar biasa satu-satunya, mamang mancing justru bilang coba dia pakai motor polosan ala dia dan ayank bebeb Vale dulu dan liat si culas itu apakah memang punya bakat atau kagak. Karena bakat itu terlihat ketika lu pakai motor polos karena itu akan menjadi perkara skill.
"Saya sudah memperkirakan Marc untuk menjadi cepat (dengan ducati). Tidak ada yang tidak memperkirakan dia menjadi cepat pada motor apa pun... Dia sangat cerdas dan sangat berbakat dan saya pikir dia bisa melakukan apa pun dengan motor apa pun. Saya juga berpikir bahwa saat ini kita tidak mampu mengamati bakat Marc yang sebenarnya, jika kita melepas semua perangkat elektronik, saya pikir Anda akan melihat hasil yang sangat berbeda. Sedangkan untuk Honda, saya melihat keputusan Marc dan saya mengerti mengapa dia melakukannya. Mereka telah mendukungnya selama bertahun-tahun, tetapi sekarang mereka sudah mendukungnya itu mengalami kesulitan besar. Semua pabrikan Jepang mengalaminya, peraturan (di MotoGP) tampaknya tidak memiliki garis yang jelas. Dalam beberapa tahun terakhir tampaknya banyak hal telah diputuskan tetapi banyak hal juga telah berubah. Mereka perlu mengetahui pedomannya dan saat ini segalanya tampak jauh dari lancar. Sebaliknya, orang Eropa, dan orang Italia khususnya, sangat pandai dalam beradaptasi dan melakukannya dengan cepat, mereka tahu bagaimana menjadi kreatif dalam detail penyempurnaan dan sekarang mereka mengejar perbaikan ini. Saya ingin melihat peraturan yang ketat ditetapkan untuk waktu yang lama untuk menghindari ada yang menemukan solusi untuk beradaptasi dengan situasi ini" jawab mamang Stoner.
Well, sejak winglet nongol Honda memang yang paling berisik soal itu, Ducati juga g bisa disalahkan karena itu adalah part eksternal yang g menyalahi aturan yang ada saat itu. Makin diatur makin mereka tau caranya mengakali dan mencari solusi biar bisa makin cepat tanpa mengganggu mesin terlalu banyak. Pada akhirnya pabrikan Eropa lain ikut beradaptasi karena mereka g punya kuaci luar biasa ala raksasa Jepang untuk membangun mesin yang cepat. Ala Daud dan Goliat, batu kecil bernama aerodinamis itu cukup untuk menumbangkan budget pengembangan mesin tanpa batas para raksasa Jepang. Eniwei menjelang cycle 9 tahun MotoGP, gw baru rencana recording podcast part 2 hari ini karena kemarin gw tepar jadi cuma ngirim file podcast trus rebahan seharian. Alsana kenapa gw selalu balik sehari sebelum cuti habis adalah untuk hal kek gini, biasanya gw justru kurang sehat begitu pulang dari mana-mana jadi istirahat dulu. Hari ini habis nyangkul gw rencana recording part 2
Mungkin dibuat kayak superpole race nya sbk lebih greget, meski bakalan dikuasai sama ducati ekekekekek
BalasHapusKurang lebih begitu tapi grid superpole cuma sekali dengan posisi gris ditentukan oleh Q2. Klo crash Sabtu ya kiamat, hari Minggu start dari belakang. Klo WSBK masih ada harapan superpole Minggu pagi buat ngejar.
HapusJadi belum tentu Ducati yang mendominasi karena klo crash di Superpole Sabtu akan jadi musibah untuk grid Minggu. Ini membuat semua oang berpikir untuk yang penting finish bagus daripada cepat tapi beresiko crash di hari Sabtu sore. Mending crash di Sabtu pagi pas Q2 daripada cepat dan crash di Sabtu sore. Jadi g ada yang bilang gw harus finish P9 meski itu beresiko crash dan bikin crash orang demi poin setengah porsi.